Feeds RSS

Minggu, 04 April 2010

Tugas Bhs. Indonesia ( Biografi )

KHALIL GIBRAN

Khalil Gibran lahir di kota Bsharre yang dibanggakan sebagai pengawal Hutan Cedar Suci Lebanon, tempat Raja Sulaiman mengmbil kayu untuk membangun kuilnya di Yerusalem. Ia lahir dari keluarga petani miskin. Ayahnya bernama Khalil bin Gibran dan ibunya bernama Kamila.
Ketika lahir orang tuanya memberinya nama Gibran, sama seperti nama kakek dari ayahnya. Hal ini merupakan kebiasaan orang-orang Lebanon pada masa itu. Maka lengkaplah namanya menjadi Gibran Khalil Gibran, yang kemudian lebih dikenal dengan Kahlil Gibran atas anjuran para gurunya di Amerika yang mengagumi kejeniusannya. Nama yang sekarang ini sekaligus mengubah letak huruf “h” dari nama yang diberikan orang tuanya.
Kahlil Gibran yang lahir pada 6 Januari 1883, dikenal sangat dekat dengan ibunya. Bahkan guru Gibran yang pertama adalah ibunya sendiri. Dari janda Hanna Abdel Salam inilah mula-mulaGibran mengenal kisah-kisah terkenal Arabia dari zaman khalifah Harun al-Rasyid, Seribu Satu Malam dan Nyanyian-nyanyian Perburuan Abu Nawas. Dan ibunya pula yang menanam andil besar dalam membentuk Gibran sebagai penulis dan pelukis dunia.
Sejak Gibran kecil, Kamila, sang ibu sudah berusaha menciptakan lingkungan yang membangkitkan perhatian Gibran pada kegiatan menulis dan melukis, dengan memberinya buku-buku cerita serta satu jilid buku perkumpulan reproduksi lukisan Leonardo da Vinci. Hal ini boleh jadi karena ibunya memang seorang yang terpelajar yang menguasai beberapa bahasa di luar bahasa Arab dan bahasa Suryani seperti, bahasa Perancis dan Inggris.
Karena himpitan ekonomi yang tak tertahankan, maka pada tahun 1895, Gibran dibawa keluarganya pindah ke Boston, Amerika Serikat. Selama dua setengah tahun Gibran memasuki sekolah negeri di Boston yang dikhususkan bagi anak laki-laki. Selanjutnya ia pindah ke sekolah malam selama setahun untuk memperdalam ilmu pengetahuan umumnya.
Untuk biaya pendidikan di sana, saudara tirinya Peter dan ibunya berjuang untuk itu. Atas permintaannya sendiri, Gibran dikirim kembali oleh ibunya ke Lebanon untuk mengembangkan bahasa ibunya. Ia lantas masuk Madrasah al-Hikmat (sekolah filsafat) dari tahun 1898 hingga 1901. Di sekolah ini ia mengikuti berbagai kuliah antara lain, hukum internasioanl, musik, kedokteran, dan sejarah agama.
Gibran menamatkan pendidikannya di Madrasah al-Hikmat pada tahun 1901 dalam usia delapan belas tahun dengan mendapat pujian (cum laude). Sebelumnya, yaitu pada tahun 1900, Gibran pun tercatat sebagai redaktur majalah sastra dan filsafat Al-Hakikat (kebenaran).
Masa kepenyairan Gibran terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dimulai tahun 1905 dengan karya-karyanya antara lain: Sekilas tentang Seni Musik (Nubdzah fi fann al-Musiqa, 1905), Puteri-puteri Lembah (Arais al Muruj, 1906), Jiwa-jiwa yang Memberontakkan (Al-Arwah Al-Muttamarridah, 1908), Sayap-sayap Patah (Al-Ajniha’I Muttakassirah, 1912), Air Mara dan Senyum (Da’ah wa’ibtisimah,1914), Tahap ini disebut tahap kepenyairan Gibran dalam bahasa Arab. Adapun tahap kedua dari tahap kepenyairan ialah dimulai pada tahun 1918 dan disebut sebagai tahap kepenyairan dalam bahasa inggris. Karya-karyanya antara lain: Si Gila (The Madman, 1918), Sang Nabi (The Prophet, 1923), Pasir dan Buih (Sand and Foam, 1926), dan masih banyak lagi.
Pada akhirnya ia memang tercatat pula berhasil dalam bidang seni lukis, malah seorang sahabatnya yaitu Henry de Boufart memberi komentar atas kemampuannya dalam seni lukis dengan berkata ”Dunia pasti mengharap banyak dari penyair pelukis Lebanon ini, yang sekarang telah menjadi William Blaike abad ke-20.
Hari-hari terakhir Gibran dihabiskannya dengan kegiatan menulis dan melukis di sebuah studio ”pertapan”nya di New York. Di sini ia hanya ditemani oleh saudara perempuannya yamg masih hidup, Mariana.
Gibran meninggal dunia pada tanggal 10 April 1931 karena sakit lever dan paru-paru. Jasad bekunya dibawa orang pulang ke Lebanon dan dimakamkan di Lembah Kadisnya.

Sumber: Finoza Lamuddin, S.S., Komposisi Bahasa Indonesia, edisi kelima, penerbit Mawar Gempita, Jakarta, 1998.

0 komentar:

Posting Komentar